1. Definisi
Bantuan hidup dasar pada dewasa adalah tindakan pertolongan medis sederhana
yang dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung sebelum diberikan
tindakan pertolongan medis lanjutan.
2. Tujuan
Memberikan bantuan sirkulasi dan pernapasan yang adekuat sampai keadaan
henti jantung teratasi atau sampai penderita dinyatakan meninggal.
3. Indikasi
a.
Henti
jantung
b.
Henti
napas
4. Pelaksanaan bantuan hidup dasar
Urutan pelaksanaan bantuan hidup dasar yang benar akan memperbaiki tingkat
keberhasilan. Berdasarkan panduan hidup dasar yang dikeluarkan oleh American
Heart Association dan European Society of Resuscitation, pelaksanaan
bantuan hidup dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivasi
layanan gawat adrurat dan dilanjutkan dengan tindakan pertolongan yang diawali
denga Circulation-Airway-Breathing-Defibrilator (CABD).
Mata rantai keberhasilan/the chain of survival
a. Penilaian respons
Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman
untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan cara
menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita.
Hal yang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respons penderita,
yaitu :
· Bila penderita menjawab atau bergerak
terhadap respons yang diberikan, maka usahakan tetap mempertahankan posisi
seperti pada saat ditemukan atau diposisikan ke posisi mantap sambil terus
melakukan pemantauan tanda-tanda vital sampai bantuan datang
· Bila penderita tidak memberikan respons
serta tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping), maka penderita dianggap mengalami keadaan henti jantung. Langkah
selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem layanan gawat
darurat
b. Pengaktifan sistem layanan gawat darurat
Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan
respons, hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat untuk menelepon
sistem layanan gawat darurat, bila tidak ada orang maka sebaiknya penolong
menelepon sistem layanan gawat darurat dan menjelaskan lokasi penderita,
kondisi penderita, serta bantuan yang telah diberikan.
c. Kompresi jantung (circulation)
Sebelum melakukan kompresi dada, penolong harus melakukan pemeriksaan awal
untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan tanpa nadi saat akan dilakukan
pertolongan. Pemeriksaannya dengan melakukan perabaan denyut arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik. Pemeriksaan arteri karotis dilakukan
dengan memegang leher penderita dan mencari trakea dengan 2-3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke
lateral sampai menemukan batas trakea dengan otot samping leher (tempat arteri
karotis berada).
Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada
setengan bawah dinding sternum. Penekanan ini menciptakan aliran darah yang
akan meningkatkan tekanan intratorakal serta penekanan langsung pada dinding
jantung. Komponen yang perlu diperhatikan yaitu:
· Penderita dibaringkan ditempat yang datar dan
keras
. Tentukan lokasi kompresi di mid sternum
dengan cara meletakkan telapak tangan yang telah saling berkaitan dibagian
setengah bawah dinding sternum
· Melakukan
kompresi dada pada kecepatan 100-120x/menit
· Kedalaman minimal 5 cm (2 inchi)
· Rekoil
penuh setelah setiap kali kompresi dan meminimalkan jeda dalam kompresi.
· Memberikan
ventilasi yang cukup (2 nafas bauatan setelah 30 kompresi, setiap napas buatan
diberikan lebih dari 1 detik, setiap kali diberikan dada akan terangkat.
· Penolong terlatih tanpa alat bantu napas
lanjutan melakukan kompresi dan ventilasi dengan perbandingan 30
kompresi : 2 Ventilasi.
d.
Airway
Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubuh akan
melemah termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
lidah dan epiglotis terjatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas. Jalan napas
dapat dibuka oleh penolong dengan metode:
· Head
tilt chin lift maneuver
(dorong kepala ke belakang sambil mengangkat dagu). Tindakan ini aman dilakukan
bila penderita tidak dicurigai mengalami gangguan/trauma tulang leher.
· Bila penderita dicurigai mengalami trauma
leher, maka tindakan untuk membuka jalan napas dilakukan dengan cara menekan
rahang bawah ke arah belakang (jaw thrust)
Setelah dilakukan tindakan
membuka jalan napas, langkah selanjutnya adalah dengan pemberian napas bantuan.
Tindakan pembersihan jalan napas, serta maneuver look,listen and feel tidak
dikerjakan lagi kecuali jika tindakan pemberian napas bantuan tidak menyebabkan
paru berkembang secara baik.
e. Breathing
(ventilasi)
Tindakan pemberian napas bantuan kepada penderita henti jantung setelah
satu siklus kompresi selesai dilakukan (30 kali kompresi). Pemberian napas
bantuan bisa dilakukan dengan metode:
1). Mulut ke mulut (mouth to mouth)
Metode ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat. Oksigen yang
dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Caranya yaitu:
ü Mempertahankan posisi head tilt chin lift,
yang dilajutkan dengan menjepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan
ü Buka sedikit mulut penderita, tarik napas
panjang dan tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut penderita, kemudian
hembuskan lambat, setiap tiupan selama 1 detik dan pastikan sampai dada
terangkat.
ü Tetap pertahankan head tilt chin lift,
lepaskan mulut penolong dari mulut penderita, lihat apakah dada penderita turun
waktu ekshalasi
2). Mulut ke hidung (mouth to nose)
Napas bantuan ini dilakukan bila pernapasan mulut ke mulut sulit dilakukan,
misalnya karena trismus. Caranya adalah katupkan mulut penderita disertai chin
lift, kemudian hembuskan udara seperti pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut
penderita waktu ekhalasi.
3). Mulut ke sungkup
Penolong menghembuskan udara melalui sungkup yang diletakkan diatas dan
melingkupi mulut dan hidung penderita. Sungkup ini terbuat dari plastik
transparan sehingga muntahan dan warna bibir penderita dapat terlihat.
Cara melakukan pemberian napas mulut ke sungkup, yaitu:
ü Letakkan sungkup pada muka penderita dan
dipegang dengan kedua ibu jari
ü Lakukan head tilt chin lift/ jaw thrust,
tekan sungkup ke muka penderita, kemudian hembuskan udara melalui lubang
sungkup sampai dada terangkat
ü Hentikan hembusan dan amati turunnya
pergerakan dinding dada
4). Dengan kantung pernapasan
Alat ini dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang
menempel pada sungkup muka. Volume kantung napas ini 1600ml. Alat ini digunakan
untuk pemberian napas bantuan dengan disambungkan ke sumber oksigen. Bila alat
tersebut disambungkan ke sumber oksigen maka kecepatan aliran oksigen bisa
sampai 12 L/menit. Penolong hanya memompa sekitar 400-600ml (6-7ml/kg) dalam 1
detik ke penderita. Bila tanpa oksigen dipompakan 10ml/kg BB penderita dalam 1
detik.
Caranya dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan napas dan meletakkan
sungkup menutupi muka dengan teknik E-C Clamp (bila seorang diri), yaitu
jari-jari ketiga, ke empat dan kelima membentuk huruf E dan diletakkan dibawah
rahang bawah untuk mengekstensi dagu dan rahang bawah, ibu jari dan telunjuk
membentuk huruf C untuk mempertahankan sungkup di muka penderita. Tindakan ini
akan mengangkat lidah dari belakang faring dan membuka jalan napas.
ü Bila 1 penolong, dengan ibu jari dan
telunjuk melingkari pinggir sungkup dan jari-jari lainnya mengangkat rahang
bawah (E-C Clamp), tangan yang lain memompa kantung napas sambil melihat dada
terangkat.
ü Bila dengan 2 penolong, 1 penolong pada
posisi diatas kepala penderita menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri
dan kanan untuk mencegah agar tidak terjadi kebocoran disekitar sungkup dan
mulut, jari-jari yang lain mengangkat rahang bawah dengan mengeskstensikan
sambil melihat pergerakan dada. Penolong kedua secara perlahan memompa kantung
sampai dada terangkat.
5. Komplikasi
a. Aspirasi regurgitasi
b. Fraktur kosta-sternum
c. Pneumotoraks, hematoraks, kontusio paru
d. Laserasi hati atau limpa
PENTING UNTUK DIINGAT: KAPAN RJP DIHENTIKAN !!
a. Kembalinya ventilasi dan sirkulasi spontan
b. Ada penolong yang lebih bertanggung jawab
c. Penolong lelah atau sudah 30 menit tidak ada respon,
d. Adanya DNAR (Do Not Attempt Resuscitation)
e. Adanya
tanda kematian yang irreversibel.
PENTING UNTUK DIINGAT: KAPAN RJP TIDAK DILAKUKAN !!
a. Adanya tanda kematian : rigormortis
b. Sebelumnya dengan fungsi vital yang sangat jelek, dan sudah dengan terapi maksimal
c. Bila menolong korban, akan membahayakan penolong.