Selasa, 09 Januari 2018

INTERVENSI SETELAH DIAMBIL KEPUTUSAN UNTUK DNR, WITHOLDING DAN WITDRAWING



A.  PENDAHULUAN
Perkembangan dan kemajuan dunia kesehatan yang pesat belakangan ini telah membawa masalah yang pelik bagi tenaga kesehatan seperti DNR, witholding and witdrawing. Pada pasien belum meninggal namun tindakan terapeutik/paliatif tidak ada gunanya lagi sehingga bertentangan dengan ilmu kesehatan, maka tindakan-tindakan yang membantu pasien dapat dihentikan. Penghentian tersebut sebaiknya dikonsulkan dengan minimal 1 dokter lain. Penghentian bantuan hidup tidak berarti meninggalkan pasien, menghentikan terapi yang tidak efektif. Tindakan luar biasa untuk bantuan hidup adalah dirawat di ICU, RJP, pengendalian disritmia, intubasi trakea, ventilasi mekanis, vasoaktif kuat dan nutrisi parenteral total.

B.  PEMBAHASAN
1.    DNR
Tujuan dari pelayanan kegawatdaruratan kardiovaskuler adalah untuk mempertahankan hidup, mengembalikan kesehatan seperti semula, mengurangi penderitaan, membetasi kecacatan dan mengembalikan penderita dari kematian klinis. Keputusan tentang Resusitasi Jantung Paru (RJP) sangat rumit dan sering dibuat dalam hitungan detik oleh tenaga medik tanpa mengetahui apakah penderita mempunyai advanced directives atau tidak. Advanced  directives adalah dokumen yang sah secara hukum, yang ditulis sebelum penderita menderita  penyakit yang bersifat incapacitating. Petunjuk yang ada dalam advanced directives ini dapat membebastugaskan tenaga medik dalam mengambil keputusan, dengan kata lain advanced directives adalah pernyataan tentang keinginan penderita mengenai tindakan medik apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan pada waktu penderita itu dalam keadaan incompetency.
Advanced directives adalah pernyataan ekspresi dari pikiran seseorang, tentang kepeduliannya mengenai keinginan, atau preferensinya pada akhir kehidupan. Advanced directives dapat didasarkan percakapan penderita atau kata-kata terakhir, petunjuk tertulis, surat wasiat atau durable power of attorney. Di Amerika Serikat validitas hukum advanced directives ini bervariasi dari yuridiksi ke yuridiksi. Pengadilan juga lebih mempertimbangkan advanced directives yang dibuat secara tertulis daripada kata-kata pasien yang diingat oleh wali/pengampu. Advanced  directives  dan  living  will  harus  dipertimbangkan  kembali  secara  berkala  karena keinginan pasien dapat berubah dari waktu ke waktu
Venneman et al, berpendapat bahwa Do Not Resuscitation adalah bermasalah dan harus diganti dengan membiarkan mati wajar atau Allow Natural Death (AND) akan tetapi beberapa penulis mengatakan bahwa Do Not Resuscitation(DNR) tidak sama dengan Allow Natural Death (AND), berapa studi menyimpulkan bahwa 85% dari tenaga kesehatan umumnya mendukung perubahan DNR ke AND, dan pada umumnya mereka sepakat bahwa AND bukan urutan pengganti DNR. RJP telah disetujui oleh American Heart Association tahun 1974 dan sejak itu, semakin banyak rumah sakit dan asosiasi medis profesional telah mengadopsi pedoman untuk DNR orders. DNR secara umum berarti bahwa pasien tidak akan menerima RJP pada saat cardiac arrest.
Do Not Resusciation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak melakukan  resusitasi, hal tersebut merupakan pesan bagi tenaga kesehatan di ruang perawatan intensif/ruangan lain untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) apabila terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti. Keputusan ini atas permintaan pasien atau keluarganya yang ditandatangani oleh dokter penanggungjawab ruangan.
DNR merupakan salahsatu keputusan yang sangat sulit, karena hal ini berkaitan dengan moral dan etik. Tenaga kesehatan termasuk didalamnya dokter dan perawat harus menghargai autonomi pasien untuk tidak dilakukan RJP ketika henti jantung henti napas, namun di sisi lain tenaga kesehatan harus melakukan yang terbaik untuk keselamatan pasien (beneficience) dan tidak merugikan pasien (Non maleficience). Ini terjadi pada pasien pada penyakit kronis dan terminal, pasien yang dengan kontra indikasi RJP atau pasien yang dicap eutanasia.
Pasien DNR biasanya sudah diberikan tanda untuk melarang RJP di bajunya atau di pintu masuk ada tulisan “DNR”. Pasien DNR tidak mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan cara yang sama, perawatan dan obat masih terus diberikan, sampai pasien mengalami henti jantung dan henti napas sendiri.

2.    WITHHOLDING dan WITHDRAWING
Ketika kondisi pasien telah menjadi tidak ada harapan lagi, maka withdrawing seringkali tepat untuk menghentikan sebagian atau seluruh terapi yang sudah terlanjur diberikan. Sedangkan with holding tanpa menghentikan terapi yang sedang diberikan, tetapi tidak lagi memberi terapi baru yang dipertanyakan manfaatnya. Mengingat ruang ICU itu mahal dan terbatas. Withdrawing/ with holding dapat diterima dan dibenarkan apabila penanganan medis hanya memperpanjang proses kematian. namun banyak profesi kesehatan merasa tidak nyaman karena merasa menjadi penyebab kematian padahal penyebab kematian pada pasien adalah penyakit utama pasien bukan withdrawing/with holding life supports.
Di Unit Perawatan Intensif (ICU) pasien yang meninggal sebagai akibat dari keputusan dipertahankannya (withhold) atau ditariknya (withdraw) alat-alat yang mendukung kehidupan (life support) adalah sekitar 70% - 90%. Presentasi ini meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu,   dan   alasan   yang   paling   umum   untuk   dilakukannya   tindakan   medis   untuk mempertahankan (withhold) atau menarik kembali (withdraw) alat-alat penunjang kehidupan tersebut adalah persepsi bahwa pasien mempunyai prognosa yang buruk. RJP adalah tindakan medis yang paling sering dipertahankan dan ventilasi mekanis adalah tindakan medis yang paling sering ditarik kembali, kebanyakan unit perawatan intensif dokter menganjurkan withhold dan withdraw berdasarkan persepsi futility
Beberapa dokter/tenaga kesehatan lebih menyukai with holding misal dialisis pada pasien gagal ginjal irreversibel tidak dilakukan bila pasien tidak akan mendapat manfaat, mereka yakin gagal ginjal akan menyebabkan kematian. Mematikan ventilator saat pasien masih hidup tidak selalu salah secara moral. Jika kondisi pasien tidak ada harapan lagi maka pemakaian ventilator akan sia-sia. Bila diputuskan pasien diberi kesempatan untuk meninggal secara wajar dengan mematikan ventilator, maka sesudah mesin dimatikan, dicoba untuk mengembalikan nafas spontan. Apabila gagal, terapi ventilator tidak lagi diberikan dan pasien dibiarkan meninggal secara wajar. Namun bila secara tidak terduga pasien dapat bernapas lagi maka upaya menyelamatkan pasien dilanjutkan kembali.
Pengelolaan Akhir Kehidupan menurut PerMenKes nomor 519 /menkes/ per/ III/ 2011 tentang Pedoman penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit. Bahwa pengelolaan  akhir  kehidupan  meliputi  penghentian  bantuan  hidup (withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support). Keputusan  withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat  intensif (ICU   dan HCU). Keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup adalah keputusan medis dan etis. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.
Adapun prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi setiap pasien di ICU atau HCU, yaitu:
a.    Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. Walaupun sistem organ vital juga terpengaruh, tetapi kerusakannya  masih reversibel. Semua usaha yang memungkinkan  harus  dilakukan  untuk  mengurangi  morbiditas dan mortalitas
b.    Semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt Resuscitation), dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ yang lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c.    Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika diterapi  hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang kehidupan. Untuk   pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
d.   Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi dihentikan.Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3(tiga) dokter yaitu  dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.

C.  PENUTUP
1.    Simpulan
Keputusan ini sangat sulit dan kontroversial bagi tenaga kesehatan. Ketika kondisi pasien telah menjadi tidak ada harapan lagi, maka withdrawing seringkali tepat untuk menghentikan sebagian atau seluruh terapi yang sudah terlanjur diberikan. Sedangkan with holding tanpa menghentikan terapi yang sedang diberikan, tetapi tidak lagi memberi terapi baru yang dipertanyakan manfaatnya. Mengingat ruang ICU itu mahal dan terbatas.
2.    Saran
Semua pasien dan keluarga membuat keputusan ini harus sedini mungkin tentang keinginan terhadap status pasien. Hal ini untuk menghindari keputusan menit terakhir yang dapat seringkali menyebabkan anggota keluarga merasa seperti mereka membuat keputusan tergesa-gesa.

DAFTAR PUSTAKA
Basbeth F& Sampurna B.Analisis Etik Terkait Resusuitasi Jantung Paru. FKUI.

Curtis R. (2005). Interventions to Improve Care During Withdrawal of Life-Sustaining Treatments. Journal of Palliative Medicine. Vol 8.

Fields L. (2007). DNR Does Not Mean No Care. Journal of Neuroscience Nursing. Vol 39.

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 519/menkes/per/III/2011tentang Pedoman penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit.

Werth, James L. (2005). Concerns About Decisions Related To Withholding/ Withdrawing Life-Sustaining Treatment and Futility for Persons With Disabilities. Journal of Disability Policy Studies.Vol 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LATIHAN SOAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Bismillah Assalaamualaikum Warohmatullohi Wabarakatuh. Jadi Ingat Peribahasa dari Bahasa Sunda yang bunyinya "Cikaracak Ninggang Batu L...