Senin, 03 Agustus 2020

PENGKAJIAN/SKRINING RISIKO LUKA TEKAN (SKALA BRADEN)

 

Luka tekan adalah suatu lesi iskemik pada kulit dan jaringan di bawahnya yang disebabkan oleh adanya tekanan yang merusak aliran darah dan limfe. Keadaan iskemia ini menyebabkan nekrosis jaringan dan akan menimbulkan luka. Luka tekan ini bisa terjadi pada pasien yang berada dalam suatu posisi dalam jangka waktu lama baik posisi duduk maupun berbaring (Porth, 2005 dalam LeMone & Burke, 2008).

Kejadian luka tekan ini akan menimbulkan komplikasi serius pada pasien, misalnya sepsis dan kematian (Ayello, 2003). Jika sudah terjadi luka tekan maka penyembuhannya akan sulit dan memerlukan biaya yang tinggi, juga menyebabkan memanjangnya waktu rawat di rumah sakit, bahkan meningkatkan mortalitas (Ignatavicius & Workman, 2006; & Linton, Matteson, & Maebius, 2004). Untuk itu penting bagi perawat melakukan berbagai upaya pencegahan terjadinya luka tekan pada pasien dengan cara mendeteksi secara dini faktor-faktor risiko terjadinya luka tekan. Untuk memfasilitasi pengkajian terhadap risiko terjadinya luka tekan pada pasien, maka Braden dan Bergstrom (1984) dalam Bergstrom, Demuth, dan Braden (1988) telah mengembangkan suatu alat yang disebut Braden scale (skala Braden).

Pada Skala Braden terdiri dari 6 sub skala faktor resiko terhadap kejadian luka tekan diantaranya adalah : persepsi sensori, kelembaban, aktivitas, mobilitas, nutrisi, pergeseran dan gesekan. Berdasarkan penelitian tentang validitas instrumen pengkajian resiko luka tekan untuk skala Braden di ruang ICU mempunyai sensitivitas 83% dan spesifitas 90% dan di nursing home mempunyai sensitivitas 46% dan spesifitas 88%, sedangkan diunit orthopedic mempunyai sensitivitas 64% dan spesifitas 87%, dan diunit Cardiotorasic mempunyai sensitivitas 73% dan spesifitas 91% (Bell J, 2005).

Adapun untuk Instrumen Skrining Risiko Luka Tekan (Skala Braden) adalah sebagai berikut:

KATEGORI

1

2

3

4

SKOR

PERSEPSI SENSORIK

Keterbatasan penuh

Sangat terbatas

Keterbatasan ringan

Tidak ada keterbatasan

 

KELEMBABAN

Lembab terus menerus

Sangat lembab

Kadang-kadang lembab

Tidak ada lembab

 

AKTIVITAS

Di tempat tidur

Diatas kursi

Kadang-kadang berjalan

Sering berjalan

 

MOBILISASI

Tidak dapat bergerak

Pergerakan sangat terbatas

Keterbatasan ringan

Tidak ada keterbatasan

 

STATUS NUTRISI

Sangat buruk

Tidak adekuat

Adekuat

Baik sekali

 

FRIKSI/GESEKAN

Bermasalah

Potensi bermasalah

Tidak ada masalah

 

 

TOTAL

 

INTREPRETASI:

SKOR <10   : RISIKO SANGAT TINGGI

SKOR 10-12   : RISIKO TINGGI

SKOR 13-14   : RISIKO SEDANG

SKOR 15-18   : BERISIKO

SKOR >19 : RISIKO RENDAH/TIDAK BERISIKO



Selasa, 30 Juni 2020

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Isolasi di Rumah (Perawatan di Rumah)

 

Isolasi rumah atau perawatan di rumah dilakukan terhadap orang yang bergejala ringan seperti orang dalam pemantauan dan kontak erat risiko tinggi yang bergejala dengan tetap memperhatikan kemungkinan terjadinya perburukan. Pertimbangan tersebut mempertimbangan kondisi klinis dan keamanan lingkungan pasien. Pertimbangan lokasi dapat dilakukan di rumah, fasilitas umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi setempat.

Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat digunakan untuk pemantauan harus diidentifikasi dan dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas kesehatan masyarakat.

Selama proses pemantauan, pasien harus selalu proaktif berkomunikasi dengan petugas kesehatan. Petugas kesehatan yang melakukan pemantauan menggunakan APD minimal berupa masker. Berikut rekomendasi prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi untuk isolasi di rumah:

1.   Tempatkan pasien/orang dalam ruangan tersendiri yang memiliki ventilasi yang baik (memiliki jendela terbuka, atau pintu terbuka)

2.   Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang sama. Pastikan ruangan bersama (seperti dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.

3.   Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang berbeda, dan jika tidak memungkinkan maka jaga jarak minimal 1 meter dari pasien (tidur di tempat tidur berbeda)

4.  Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idelanya satu orang yang benar-benar sehat tanpa memiliki gangguan kesehatan lain atau gangguan kekebalan. Pengunjung/penjenguk tidak diizinkan sampai pasien benar-benar sehat dan tidak bergejala.

5.   Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak dengan pasien atau lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah dari kamar mandi, dan kapanpun tangan kelihatan kotor. Jika tangan tidak tampak kotor dapat menggunakan hand sanitizer, dan untuk tangan yang kelihatan kotor menggunakan air dan sabun.

6.       Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk kertas sekali pakai direkomendasikan. Jika tidak tersedia bisa menggunakan handuk bersih dan segera ganti jika sudah basah.

7.    Untuk mencegah penularan melalui droplet, masker bedah (masker datar) diberikan kepada pasien untuk dipakai sesering mungkin.

8.       Orang yang memberikan perawatan sebaiknya menggunakan masker bedah terutama jika berada dalam satu ruangan dengan pasien. Masker tidak boleh dipegang selama digunakan.Jika masker kotor atau basah segera ganti dengan yang baru. Buang masker dengan cara yang benar (jangan disentuh bagian depan, tapi mulai dari bagian belakang). Buang segera dan segera cuci tangan.

9.   Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh terutama cairan mulut atau pernapasan (dahak, ingus dll) dan tinja. Gunakan sarung tangan dan masker jika harus memberikan perawatan mulut atau saluran nafas dan ketika memegang tinja, air kencing dan kotoran lain. Cuci tangan sebelum dan sesudah membuang sarung tangan dan masker.

10.   Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.

11.   Sediakan sprei dan alat makan khusus untuk pasien (cuci dengan sabun dan air setelah dipakai dan dapat digunakan kembali)

12. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar mandi secara teratur. Sabun atau detergen rumah tangga dapat digunakan, kemudian larutan NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian larutan pemutih dan 9 bagian air).

13.  Bersihkan pakaian pasien, sprei, handuk dll menggunakan sabun cuci rumah tangga dan air atau menggunakan mesin cuci denga suhu air 60-90C dengan detergen dan keringkan. Tempatkan pada kantong khusus dan jangan digoyang-goyang, dan hindari kontak langsung kulit dan pakaian dengan bahan-bahan yang terkontaminasi.

14. Sarung tangan dan apron plastic sebaiknya digunakan saat membersihkan permukaan pasien, baju, atau bahan-bahan lain yang terkena cairan tubuh pasien. Sarung tangan (yang bukan sekali pakai) dapat digunakan kembali setelah dicuci menggunakan sabun dan air dan didekontaminasi dengan larutan NaOCl 0.5%. Cuci tangan sebelum dan setelah menggunakan sarung tangan

15. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama perawatan harus dibuang di tempat sampah di dalam ruangan pasien yang kemudian ditutup rapat sebelum dibuang sebagai kotoran infeksius.

16. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti sikat gigi, alat makan-minum, handuk, pakaian dan sprei)

17.   Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan rumah, maka selalu perhatikan APD dan ikut rekomendasi pencegahan penularan penyakit melalui droplet

Senin, 15 Juni 2020

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

 

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini sampai saat ini masih belum diketahui.

Infeksi COVID-19 dapat menyebabkan gejala ISPA ringan sampai berat bahkan sampai terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik. Deteksi dini manifestasi klinis akan menentukan waktu yang tepat penerapan tatalaksana dan PPI. Pasien dengan gejala ringan, rawat inap tidak diperlukan kecuali ada kekhawatiran untuk perburukan yang cepat.

Adapun manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19 adalah sebagai berikut:

1.    Uncomplicated illness

Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot. Perlu waspada pada usia lanjut dan imunocompromised karena gejala dan tanda tidak khas.

2.    Pneumonia ringan

Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia berat. Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk atau kesulitan bernapas +, napas cepat: frekuensi napas: usia < 2 bulan ( 60 x/menit); usia 2-11 bulan (( 50 x/menit); usia 1-5 tahun ( 40 x/menit) dan tidak ada tanda pneumonia berat.

3.    Pneumonia berat / ISPA berat

Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) pada udara kamar.

Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari berikut ini:

·         Sianosis sentral atau SpO2 < 90%

·         Distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang berat);

·  Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.

Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :<2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit;> usia < 2 bulan ( 60 x/menit); usia 2-11 bulan (( 50 x/menit); usia 1-5 tahun ( 40 x/menit) dan usia > 5 tahun (≥30x/menit).

Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan dada yang dapat menyingkirkan komplikasi.

4.    Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu.

Pencitraan dada (CT scan toraks, atau ultrasonografi paru): opasitas bilateral, efusi pluera yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau nodul.

Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal jantung atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan akibat hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko.

Kriteria ARDS pada dewasa:

·         ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/ FiO2 300 mmHg (dengan PEEP atau Continuous positive airway pressure/ CPAP ) 5 cmH2O atau yang tidak di ventilasi

·         ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/ FiO2 200 mmHg (dengan PEEP 5 cmH2O atau yang tidak di ventilasi

·         ARDS berat: PaO2/ FiO2 100 mmHg (dengan PEEP 5 cmH2O atau yang tidak di ventilasi

·         Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315 mengindikasikan ARDS (termasuk pasien yang tidak diventilasi).

Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index dan Oxygenatin Index menggunakan SpO2:

·         PaO2 / FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2 / FiO2 ≤264: Bilevel noninvasive ventilation (NIV) atau CPAP ≥5 cmH2O dengan menggunakan full face mask

·         ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation Index (OI) < 8 atau 5 ≤ OSI < 7.5

·         ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7,5 ≤ OSI < 12,3

·         ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12,3

5.    Sepsis

Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti infeksi*. Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status mental/kesadaran, sesak napas, saturasi oksigen rendah, urin output menurun, denyutjantung cepat, nadi lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah, ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil laboratorium menunjukkan koagulopati, trombositopenia, asidosis, laktat yang tinggi, hiperbilirubinemia.

Pasien anak: terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan kriteria systemic inflammatory response syndrome (SIRS) ≥2, dan disertai salah satu dari: suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih abnormal.

6.    Syok septik

Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan kadar laktat serum> 2 mmol/L.

Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau >2 SD di bawah normal usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan status mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit atau >160 x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150 x/menit pada anak); waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia.

Sumber : Kemenkes RI. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)

LATIHAN SOAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Bismillah Assalaamualaikum Warohmatullohi Wabarakatuh. Jadi Ingat Peribahasa dari Bahasa Sunda yang bunyinya "Cikaracak Ninggang Batu L...